BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS »

Minggu, 14 November 2010

Great People & City Masyarakat Madani di Kota Manusiawi COP 15 : kenaikan suhu global harus di bawah 2’ celcius. Sekarang 2 – 4,5’ C.

“Earth”, sebuah film yang mengharubiru. Seekor beruang kutub betina tewas mengenaskan. Ia berjuang keras mencari makan untuk kedua anaknya setelah badai salju selama 2 bulan. Lapar dan letih menapaki jalan yang kian panjang. Apa pasal ? Kutub mencair. Lapisan es menipis, sangat rapuh untuk dijejaki. Singa laut berkerumun nun jauh di sana. Mereka sudah bergeser dari habitatnya semula. Gara2 global warming yang dipicu efek rumah kaca. Saya terkadang memalingkan muka ketika adegan “sadis” dalam rantai makanan. Seperti ; macan memangsa anak rusa yang terpencar dari kelompoknya. Singa memangsa anak gajah yang letih/ tertinggal induknya dalam migrasi mencari air sejauh bermil-mil dan berminggu-minggu perjalanan. Dalam dunia binatang, anak yang baru lahir sudah harus bisa bermigrasi sejauh itu. Yang tertinggal segera dicabik-cabik karnivora.

Entah kenapa, ketika si beruang kutub frustasi tak bisa menjatuhkan hewan bergigit tongos itu, terbersit rasa kasihan. Selama ini, saya selalu berpihak pada yang lemah. Melihat secara parsial dari sudut korban. Lalu, terpikir 2 bayi beruang yang ditinggalkan sang induk, bisa mati kelaparan. Keduanya pun jadi korban. Kali ini, kita, manusia, “omnivora” itu. Karena emisi karbon yang kita buang ke udara seenak udel. Dari pembakaran sampah, hutan untuk perladangan, buangan knalpot kendaraan, CFC dari hair spray dan kulkas, dsb. Keserakahan manusia yang membunuh 3 beruang kutub itu. Tahun 2030, beruang kutub akan lenyap dari muka bumi, kalau kecepatan global warming ( pemanasan global ) seperti sekarang.

Paus bungkuk ketika memberi tanda pada anaknya, bahwa ia masih menyertainya ke kutub selatan. Demi krill, makanan favorit berdua.

Anda penggemar udang ? Ikan paus juga. Ibu paus dan anaknya terpaksa mencarinya hingga ke kutub selatan. 4000 mil jaraknya. Migrasi terjauh mamalia laut. Planton adalah sumber kehidupan di laut. Termasuk, paus bungkuk yang mencari krill ( semacam udang ) dan ikan layaran, kata Patrick Stewart. Pemanasan global menyebabkan planton sulit tumbuh. Ketiadaan makhluk di bagian dasar piramida makanan berarti bencana bagi makhluk2 di atasnya. Puncaknya, hiu, paus atau .. kita. Apakah kita harus mencari udang sampai kutub selatan juga ? Brr…brr… ( dingin ).

Sepertiga luas bumi adalah daratan. Sebagian besar gurun. 3 % – nya hutan tropis, di mana lebih separuh flora fauna dunia hidup di dalamnya. Anda kini tahu betapa berharganya hutan tropis Indonesia ? Tak ada yang menyangkal keanekaragaman hayati yang dimiliki nusantara. Coba, anda tanya ke tukang jamu atau toko obat. Nyanda lawan, orang Manado bilang. Rempah2 dan tanaman obat Indonesia, top abis. Sampai dijajah 350 tahun sama wong londo yang ngiler. Sayangnya, karena perut lapar ( sebagian lain karena tamak ), hutan2 lebat yang perlu 4 juta tahun untuk tumbuh itu dihancurkan dengan gergaji mesin dalam waktu 4 menit saja. Kelanjutannya anda tahu ; banjir merebak di mana-mana.

5 milyar tahun lalu, meteor raksasa menabrak bumi. Poros bumi mendadak miring 23,5 derajat ke arah matahari. Satu bulan penuh tanpa matahari di kutub utara. Bayangkan malam2 yang beku selama 30 hari. Tak ada siang. Hanya malam. Sunyi yang menggigit tulang. Bayangkan, malam2 beku itu milik kita. Setelah kepunahan beruang kutub. Di atas atmosfir, jutaan meteor mengintai setiap detik. ( anda nonton film “2012”, yang memprediksikan kutub selatan bergeser ke Wincousin, AS ? ). Kun fayakun. Sangat mudah bagi Allah Swt mendatangkan satu meteor lagi untuk menggeser poros bumi. Kali ini menjadikan Indonesia kutub selatan ( kutub selatan lebih dingin dari kutub utara ). Wahai makhluk tropis yang ceroboh, bisakan engkau bertahan ? Jangan buat Allah murka dengan perilaku sembrono manusia terhadap lingkungan dan makhluk2 ciptaan-Nya. Kurangi emisi karbon anda. Sekarang.

COP 15 : kenaikan suhu global harus di bawah 2’ celcius. Sekarang 2 – 4,5’ C.

KTT Perubahan Iklim. Jaga kenaikan suhu jangan sampai lebih 2 derajat celsius. Atau beruang kutub dan paus bungkuk punah tahun 2030.

Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim atau Konferensi Para Pihak ( Conference of Parties/ COP ) XV di Kopenhagen, Denmark, sudah berakhir pekan lalu. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah munculnya kesepakatan 26 pemimpin negara yang terangkum dalam “Copenhagen Accord” atau Kesepakatan Kopenhagen. Kita akui, banyak aktivis dan pakar lingkungan hidup yang tak puas bahkan kecewa dengan hasil pertemuan tsb karena COP 15 hanya menerima Kesepakatan Kopenhagen sebagai lampiran keputusan konferensi. Ini berarti “Copenhagen Accord” tidak memiliki kekuatan hukum yang cukup kuat untuk memaksa negara2 untuk mematuhinya.

Terlepas dari itu, Indonesia secara keseluruhan merasa puas dengan hasil COP. Menurut Menlu Marty Natalegawa, hasil konferensi tsb sudah mengakomodasi 5 agenda permasalahan yang diangkat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kelimanya adalah ;

* usaha bagi seluruh dunia untuk menahan agar dampak perubahan iklim tidak sampai menaikkan suhu global sampai 2 derajat celcius pada 2050,
* perlunya negara maju menyebutkan target penurunan emisi gas rumah kaca secara ambisius,
* perlunya pembiayaan dari negara maju untuk penanganan dampak perubahan iklim,
* perlunya penerapan pola pembangunan yang ramah lingkungan,
* masalah measurement, reporting, verifying pelaksanaan komitmen penanganan perubahan iklim, dan masalah kehutanan.

Dengan begitu, Indonesia secara aktif ikut memprakarsai dan mendukung Kesepakatan Kopenhagen tsb bersama sejumlah negara maju lainnya, seperti Amerika Serikat, Australia, Cina, Inggris, Jerman, Korea Selatan, Perancis, Rusia, Spanyol, maupun negara berkembang dan tertinggal di antaranya ; Bangladesh, Brasil, Etiopia, Gabon, Grenada, India, Kolombia, Lesotho, Maladewa, Meksiko, Papua Nugini, Sudan, dan Swedia.

Presiden SBY setibanya di tanah air, Minggu ( 20/12/2009 ) menyatakan, pemerintah bertekad menindaklanjuti hasil kesepakatan KTT Perubahan Iklim, di antaranya dengan membuat rencana aksi nasional untuk mengurangi emisi karbon. Menurut Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, rencana aksi tsb akan dilakukan hingga tingkat provinsi dengan tujuan mengurangi emisi karbon hingga 26 % pada 2010.

Menindaklanjuti Kesepakatan Kopenhagen memang harus dengan aksi nyata. Berbagai program yang sederhana seperti gerakan aksi satu orang satu pohon akan lebih terasa dampaknya daripada menunggu bantuan pembiayaan dari negara maju. Bayangkan, jika setengah saja dari total penduduk Indonesia yang tergerak untuk melakukan aksi tsb, berarti akan ada sekitar 120 juta pohon. Daripada menunggu negara2 lain melakukannya, lebih baik memfokuskan pada negeri sendiri. Oleh karena itu, kita pun menyambut baik program2 penghijauan yang digerakkan pemerintah daerah, seperti rencana pembuatan sabuk hijau ( green belt ) antara 4 kabupaten/ kota se-Bandung Raya ( Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung Barat ) yang diluncurkan Rabu ( 23/12/2009 ).

Kita berharap tidak hanya “sabuknya” saja yang dihijaukan, tetapi juga pemakai dan pemilik sabuknya, yaitu kawasan dalam kota dan kabupaten, karena manfaat dari program2 tsb akan dirasakan kita juga. Jika program2 hijau yang kita gerakkan terus melingkar keluar dan mengimbas ke negara2 lain, kita akan mendapati bumi yang hijau kembali dalam waktu yang tidak terlalu lama.

0 komentar: