isi dari komputer manapun.
Teknologi
digital yang digunakan untuk mengimplementasikan dunia cyber memiliki
kelebihan dalam hal duplikasi atau regenerasi. Data digital dapat
direproduksi dengan sempurna seperti aslinya tanpa mengurangi kualitas
data asilnya. Hal ini sulit dilakukan dalam teknologi analog, dimana
kualitas data asli lebih baik dari duplikatnya. Sebuah salian (fotocopy)
dari dokumen yang ditulis dengan tangan memiliki kualitas lebih buruk
dari aslinya. Seseorang dengan mudah dapat memverifikasi keaslian sebuah
dokumen. Sementara itu dokumen yang dibuat oleh sebuah wordprocessor
dapat digandakan dengan mudah, dimana dokumen "asli" dan "salinan"
memiliki fitur yang sama. Jadi mana dokumen yang "asli"? Apakah dokumen
yang ada di disk saya? Atau yang ada di memori komputer saat ini? Atau
dokumen yang ada di CD-ROM atau flash disk? Dunia digital memungkinkan
kita memiliki lebih dari satu dokumen asli.
Semua
contoh-contoh (atau lebih tepatnya pertanyaan-pertanyaan) di atas
menantang landasan hukum konvensional. Jadi, apakah dibutuhkan sebuah
hukum baru yang bergerak di ruangcyber, sebuah cyberlaw? Jika dibuat
sebuah hukum baru, manakah batas teritorinya? Riil atau virtual? Apakah
hukum ini hanya berlaku untuk cybercommunity – komunitas orang di dunia
cyber yang memiliki kultur, etika, dan aturan sendiri – saja? Bagaimana
jika efek atau dampak dari (aktivitas di) dunia cyber ini dirasakan oleh
komunitas di luar dunia cyber itu sendiri?
Kata
"cyber" berasal dari "cybernetics," yaitu sebuah bidang studi yang
terkait dengan komunikasi dan pengendalian jarak jauh. Norbert Wiener
merupakan orang pertama yang mencetuskan kata tersebut. Kata
pengendalian perlu mendapat tekanan karena tujuannya adalah "total
control." Jadi agak aneh jika asal kata cyber memiliki makna dapat
dikendalikan akan tetapi dunia cyber tidak dapat dikendalikan.
Ada satu hal yang menarik mengenai rancangan
cyberlaw ini yang terkait dengan teritori. Misalkan seorang cracker dari
sebuah negara Eropa melakukan pengrusakan terhadap sebuah situs di
Indonesia. Dapatkah hukum kita menjangkau sang penyusup ini? Salah satu
pendekatan yang diambil adalah jika akibat dari aktivitas crackingnya
terasa di Indonesia, makaIndonesia berhak mengadili yang bersangkutan.
Apakah kita akan mengejar cracker ini ke luar negeri? Nampaknya hal ini
akan sulit dilakukan mengingat keterbatasan sumber daya yang dimiliki
oleh kita. Yang dapat kita lakukan adalah menangkap cracker ini jika dia
mengunjungi Indonesia. Dengan kata lain, dia kehilangan kesempatan /
hak untuk mengunjungi sebuah tempat di dunia. Pendekatan ini dilakukan
oleh Amerika Serikat.
Sumber:
Minggu, 29 April 2012
Perbandingan cyber Law
PERBANDINGAN CYBERLAW
Cyber Law:
Cyber
Law adalah aspek hukum yang artinya berasal dari Cyberspace Law.yang
ruang lingkupnya meliputi aspek-aspek yang berhubungan dengan orang
perorangan atau subyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi
internet yang dimulai pada saat mulai online� dan memasuki dunia cyber atau maya. bisa diartikan cybercrime itu merupakan kejahatan dalam dunia internet.
Cyberlaw
juga merupakan hukum yang terkait dengan masalah dunia cyber. Di
Indonesia saat ini sudah ada dua Rancangan Undang-Undang (RUU) yang
berhubungan dengan dunia cyber, yaitu RUU Pemanfaatan Teknologi
Informasi dan RUU Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik.
Beberapa orang menyebutnya Cybercrime kejahatan komputer.�
The Encyclopaedia Britannica komputer mendefinisikan kejahatan sebagai
kejahatan apapun yang dilakukan oleh sarana pengetahuan khusus atau ahli
penggunaan teknologi komputer.
Computer crime action
Undang-Undang
yang memberikan untuk pelanggaran-pelanggaran yang berkaitan dengan
penyalahgunaan komputer. BE IT diberlakukan oleh Seri Paduka Baginda
Yang di-Pertuan Agong dengan nasihat dan persetujuan dari Dewan Negara
dan Dewan Rakyat di Parlemen dirakit,dan oleh otoritas yang sama.
Cyber
crime merupakan salah satu bentuk fenomena baru dalam tindakan
kejahatan, hal ini sebagai dampak langsung dari perkembangan teknologi
informasi. Cybercrime adalah istilah umum, meliputi kegiatan yang dapat
dihukum berdasarkan KUHP dan undang-undang lain, menggunakan komputer
dalam jaringan Internet yang merugikan dan menimbulkan kerusakan pada
jaringan komputer Internet, yaitu merusak properti, masuk tanpa izin,
pencurian hak milik intelektual, pornografi, pemalsuan data, pencurian,
pengelapan dana masyarakat.
komputer sebagai diekstrak dari penjelasan Pernyataan� dari CCA 1997 :
Berusaha
untuk membuat suatu pelanggaran hukum bagi setiap orang untuk
menyebabkan komputer untuk melakukan apapun fungsi dengan maksud untuk
mendapatkan akses tidak sah ke komputer mana materi.
Berusaha
untuk membuatnya menjadi pelanggaran lebih lanjut jika ada orang yang
melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam item (a) dengan maksud
untuk melakukan penipuan, ketidakjujuran atau menyebabkan cedera seperti
yang didefinisikan dalam KUHP Kode.
Berusaha untuk membuat suatu pelanggaran bagi setiap orang untuk menyebabkan modifikasi yang tidak sah dari
Berusaha
untuk menyediakan bagi pelanggaran dan hukuman bagi komunikasi yang
salah nomor, kode, sandi atau cara lain untuk akses ke komputer.
erusaha
untuk menyediakan untuk pelanggaran-pelanggaran dan hukuman bagi
abetments dan upaya dalam komisi pelanggaran sebagaimana dimaksud pada
butir (a), (b), (c) dan (d) di atas.
Berusaha
untuk membuat undang-undang anggapan bahwa setiap orang memiliki hak
asuh atau kontrol apa pun program, data atau informasi lain ketika ia
tidak diizinkan untuk memilikinya akan dianggap telah memperoleh akses
yang tidak sah kecuali jika dibuktikan sebaliknya
DAN
juga Banyak orang yang mengatakan bahwa dunia cyber (cyberspace) tidak
dapat diatur. Cyberspace adalah dunia maya dimana tidak ada lagi batas
ruang dan waktu. Padahal ruang dan waktu seringkali dijadikan acuan
hukum. Jika seorang warga Indonesia melakukan transaksi dengan sebuah
perusahaan Inggris yang menggunakan server di Amerika, dimanakah (dan
kapan) sebenarnya transaksi terjadi? Hukum mana yang digunakan?
Seringkali
transaksi yang resmi membutuhkan tanda tangan untuk meyakinkan
keabsahannya. Bagaimana menterjemahkan tanda tangan konvensional ke
dunia digital? Apakah bisa kita gunakan tanda tangan yang di-scan, atau
dengan kata lain menggunakan digitized signature? Apa bedanya digitized
signature dengan digital signature dan apakah tanda tangan digital ini
dapat diakui secara hukum?
Tanda
tangan ini sebenarnya digunakan untuk memastikan identitas. Apakah
memang digital identity seorang manusia hanya dapat diberikan dengan
menggunakan tanda tangan? Dapatkah kita menggunakan sistem biometrik
yang dapat mengambil ciri kita dengan lebih akurat? Apakah e-mail,
avatar, digital dignature, digital certificate dapat digunakan sebagai
identitas (dengan tingkat keamanan yang berbeda-beda tentunya)?
Atau apakah kita dapat menggunakan dan menyesuaikan hukum yang sudah ada saat ini?
Cyberlaw di Indonesia
Inisiatif
untuk membuat "cyberlaw" di Indonesia sudah dimulai sebelum tahun 1999.
Fokus utama waktu itu adalah pada "payung hukum" yang generik dan
sedikit mengenai transaksi elektronik. Pendekatan "payung" ini dilakukan
agar ada sebuah basis yang dapat digunakan oleh undang-undang dan
peraturan lainnya. Karena sifatnya yang generik, diharapkan rancangan
undang-undang tersebut cepat diresmikan dan kita bisa maju ke yang lebih
spesifik. Namun pada kenyataannya hal ini tidak terlaksana.
Untuk
hal yang terkait dengan transaksi elektronik, pengakuan digital
signature sama seperti tanda tangan konvensional merupakan target. Jika
digital signature dapat diakui, maka hal ini akan mempermudah banyak hal
seperti electronic commerce (e-commerce), electronic procurement
(e-procurement), dan berbagai transaksi elektronik lainnya.
Namun
ternyata dalam perjalanannya ada beberapa masukan sehingga hal-hal lain
pun masuk ke dalam rancangan "cyberlaw" Indonesia. Beberapa hal yang
mungkin masuk antara lain adalah hal-hal yang terkait dengan kejahatan
di dunia maya (cybercrime), penyalahgunaan penggunaan komputer, hacking,
membocorkan password, electronic banking, pemanfaatan internet untuk
pemerintahan (e-government) dan kesehatan, masalah HaKI, penyalahgunaan
nama domain, dan masalah privasi. Penambahan isi disebabkan karena belum
ada undang-undang lain yang mengatur hal ini di Indonesia sehingga ada
ide untuk memasukkan semuanya ke dalam satu rancangan. Nama dari RUU ini
pun berubah dari Pemanfaatan Teknologi Informasi, ke Transaksi
Elektronik, dan akhirnya menjadi RUU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Di luar negeri umumnya materi ini dipecah-pecah menjadi beberapa
undang-undang.
Diposting oleh i'am ilham di 02.00
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar